Pages

Powered by Blogger.

Miliki Jaminan Kesehatan Sebelum Sakit

Tuesday, January 13, 2015

Seiring berkembangan zaman, penyakit pun tak mau kalah ikut berkembang dan menjadi bervariasi, mulai yang tidak berbahaya sampai yang mematikan dan tidak ada obatnya. Celakanya, kita tidak tahu kapan penyakit itu hinggap dan menguasai tubuh kita, hingga kita dibuat tak berdaya. Saat tubuh tak berdaya dan
membutuhkan pengobatan yang intensif, tentu akan menguras waktu, tenaga, dan uang. Bahkan sering diberitakan, pasien merasa diabaikan oleh pihak rumah sakit karena tidak punya uang jaminan awal saat pertama masuk ke rumah sakit. Tidak sedikit pula, keluarga pasien yang harus pontangpanting mencari dana untuk biaya pengobatan karena tidak mempunyai proteksi asuransi kesehatan.

Seperti dialami Aisyah, warga Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, ketika ayahnya harus menjalani hemodialisa (cuci darah), dua sepeda motornya terpaksa dijual. Dan, karena tidak memiliki asuransi kesehatan, maka ibu Aisyah terpaksa meminjam uang kepada teman-temannya.



“Ya, ada juga bantuan dari saudara-saudara, karena setiap cuci darah perlu uang Rp800.000. Belum untuk transportnya dan kalau harus transfusi darah, tambah lagi, repotlah kalau tidak punya asuransi. Kita hanya bisa pasrah saja. Tapi saya seperti merasa bersalah karena tidak bisa berbuat lebih baik untuk bapak,” kata Aisyah sambil menundukkan kepalanya. Sejenak, Aisyah menarik nafas dalam-dalam, menjelaskan, ketika terakhir ayahnya menghembuskan nafas terakhir dia sedang berada di kampus. “Saat itu, bapak tidak punya uang dan menunda untuk cuci darah, ya mungkin akhirnya seperti itu, bapak tidak kuat, sesak napas, akhirnya bapak pergi untuk selamanya,” kenang Aisyah.

Hal serupa masih sering kita hadapi, masyarakat Indonesia karena tidak memiliki perlindungan asuransi kesehatan. Sebagian masyarakat merasa tidak perlu memiliki asuransi kesehatan dan tidak paham soal asuransi, dan sebagian lagi merasa tidak mampu untuk membeli premi asuransi kesehatan, karena harga preminya mahal. Sejumlah perusahaan memang sudah bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk memberi perlindungan kesehatan kepada para karyawannya, ada juga karyawan dilindungi oleh jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari Jamsostek. Seluruh pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri juga sudah menjadi peserta Askes. Dan, sebagian masyarakat memiliki polis asuransi kesehatan swasta.

Namun, ternyata masih ada sekitar 32 persen masyarakat Indonesia tidak mempunyai tabungan atau proteksi untuk kesehatannya. Sehingga jika mereka jatuh sakit, terpaksa menjual sepeda motor, mobil, hingga rumah, karena tidak punya asuransi kesehatan. Diperkirakan sekitar 70 persen penduduk Indonesia membiayai sendiri biaya dokter atau rumah sakit.

Dalam skema asuransi kesehatan yang dikelola swasta, berlaku aturan semakin bertambahnya usia, semakin berisiko hidup seseorang, maka semakin mahal premi yang harus d keluarkan agar mendapatkan layanan kesehatan dari asuransi kesehatan. Oleh karenanya, dengan kesehatan yang semakin menurun, pihak asuransi berhak menolak permintaan kita, meskipun kita sanggup membayar preminya semahal apapun.

Sebuah survei menunjukkan, perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia tergolong lambat dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara. Padahal, jika dilihat dari pentingnya arti sebuah kesehatan, maka asuransi kesehatan adalah jenis asuransi pertama yang wajib dimiliki seseorang sebelum memiliki asuransi yang lain.

Alasannya, kesehatan merupakan aset yang sangat tinggi nilainya pada diri manusia. Berawal dari tubuh yang sehat itulah, aktivitas manusia dilakukan. Perlu kita ingat bahwa, meskipun kita sudah menjaga kesehatan dengan baik, namun seringkali kita tidak tahu kapan sakit itu datang. Oleh karena itu, lebih baik “sedia payung sebelum hujan” atau melindungi diri dengan asuransi kesehatan sebelum mengalami sakit.

Iuran premi JKN terjangkau
Lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seharusnya dapat menjadi solusi bagi seluruh rakyat Indonesia, karena BPJS Kesehatan menyelenggarakan jaminan sosial berupa jaminan kesehatan nasional (JKN) dengan premi yang relatif terjangkau dengan manfaatnya sangat besar karena bisa menjamin biaya pengobatan penyakit yang ringan seperti batuk dan pilek, hingga yang berat seperti jantung, stroke, dan kanker. Kini, jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan memberi kesempatan kepada seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja minimal selama enam bulan di Indonesia. Menurut Undang Undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, semua penduduk wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan dan wajib membayar iuran, karena program JKN berasaskan gotong royong, yang sehat membantu yang sakit.

Pemerintah telah menetapkan besaran iuran BPJS Kesehatan, bagi pekerja di luar penerima upah dan bukan bukan pekerja, sesuai kelas pelayanan rawat inapnya. Untuk kelas I iurannya Rp 59.500 per bulan per orang, kelas II sebesar Rp 42.500 per bulan per orang, dan untuk kelas III iurannya sebesar Rp25.500 per bulan per orang.

Yang dimaksud pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, antara lain, pengacara, dokter praktik, notaries, konsultan, petani, nelayan, pedagang, tukang ojek, pekerja mandiri salon, pekerja mandiri bengkel. Sedangkan bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran jaminan kesehatan, mereka antara lain investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda,duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan.

Khusus bagi pensiunan PNS/TNI/Polri, veteran, perintis kemerdekaan sudah terdaftar secara otomatis sebagai peserta BPJS Kesehatan karena peralihan dari jaminan Askes Sosial PT Askes (Persero), sehingga tidak perlu melakukan pendaftaran peserta. BPJS Kesehatan juga telah mengelola peserta peralihan dari jaminan kesehatan Askes Sosial PT Askes (Persero), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT Jamsostek (Persero), Jaminan Kesehatan TNI/Polri, dan peralihan dari peserta Jamkesda di beberapa daerah. Bagi karyawan penerima upah, iuran premi ditetapkan sebesar 4,5 persen dari gaji karyawan perbulan hingga 30 Juni 2015 dan meningkat menjadi 5 persen pada 1 Juli 2015.

Komposisi besaran iuran tersebut, 4 persen dibayar oleh pengusaha (pemberi kerja) dan 0,5 persen dibayar oleh pekerja (sebelum 1 Juli 2014) dan satu persen pekerja setelah 1 Juli 2015. Sedangkan pegawai negeri sipil (PNS) membayar iuran sebesar 5 persen dengan komposisi 3 persen dibayar oleh pemerintah (pemberi kerja), 2 persen dibayar oleh PNS (pekerja).

Bagi masyarakat fakir miskin dan tidak mampu masuk kedalam penerima bantuan iuran (PBI), iuran jaminan kesehatan dibayari oleh pemerintah yang telah ditetapkan sebesar Rp 19.225 per bulan per orang. Untuk peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang sudah melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan per 1 Januari seperti program Kartu Jakarta Sehat (KJS), Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) juga sudah otomatis menjadi peserta JKN BPJS Kesehatan dan tidak perlu mendaftar lagi. Selain KJS dan JKRA, Jamkesda lainnya juga segera terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.

Karena kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib, maka masyarakat yang belum menjadi peserta pun diimbau agar segera mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan. Targetnya, semua penduduk Indonesia atau sekitar 257,5 juta jiwa dapat terdaftar sebagai peserta BPJS paling lambat pada 1 Januari 2019 dengan tingkat kepuasan 85 persen. Ayo, pastikan kita sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, jangan menunggu sakit baru mendaftar sebagai peserta.

Tujuannya agar tidak repot saat kita jatuh sakit atau akan membutuhkan pelayanan kesehatan. Bagi peserta BPJS Kesehatan diingatkan agar membayar iuran setiap bulan, jika dalam empat bulan berturut-turut tidak membayar, sistem secara otomatis akan mengunci dan peserta tidak bisa mendapat pelayanan jaminan kesehatan.

No comments:

Post a Comment

 

Most Reading

Sidebar One