Koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB) antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan asosiasi asuransi, memiliki peran ganda. Selain, dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kalangan asuransi swasta, dibolehkan memasarkan produk kesehatan itu.
Meski demikian, ini bukanlah simbiosis mutualisme, karena, JKN merupakan asuransi sosial, bukan pengobatan gratis. Hanya saja, asuransi kesehatan tidak bersifat wajib, namun JKN merupakan program wajib. Sehingga, apa yang dilakukan asuransi swasta, yang dibolehkan ikut memasarkan JKN, tidak bisa diikuti dengan langkah sebaliknya. BPJS Kesehatan tidak melakukan kegiatan asuransi swasta.
BPJS Kesehatan merupakan program wajib bagi seluruh penduduk, bekerjasama dengan asuransi komersial lain memberikan kesempatan bagi peserta untuk mendapatkan manfaat lebih dari asuransi lain. Hal ini bukan berarti bahwa jaminan kesehatan BPJS Kesehatan tidak lengkap. Layanan BPJS Kesehatan sudah lengkap, hanya hanya manfaaat lebih berupa kenyamanan bisa diperoleh peserta dari Asuransi tambahan komersial. Asuransi tambahan komersial bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum lainnya.
“Langkah ini, sekaligus menghindari adanya suara miring bahwa BPJS Kesehatan, dikhawatirkan mematikan asuransi swasta," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur. Untuk mempertegas kinerja dua lembaga ini, lanjutnya, kontrak perjanjian kerja samanya sudah ditandatangani antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
Kerjasama ini, merupakan, acuan bagi setiap anggota masing-masing yang ingin bekerja sama COB dengan BPJS Kesehatan. "nantinya, itu, business to business antara BPJS Kesehatan dan masing-masing perusahaan,” tutur Fajriadinur, Dengan demikian, asuransi swasta yang bekerja sama untuk menjual asuransi tambahan boleh ikut memasarkan program pemerintah yakni JKN."Sinerginya memang begitu. Intinya, sambil memasarkan produknya, asuransi swasta boleh juga mensosialisasikan JKN,” tegasnya.
Harapannya, langkah yang dilakukan dapat dikatakan mempercepat tercapainya, seluruh rakyat, menjadi peserta BPJS Kesehatan. Karena, targetnya tahun 2019, seluruh masyarakat Indonesia mengikuti program wajib ini. Hingga akhir tahun ini, ditarget jumlah peserta JKN mencapai 121,6 juta jiwa.
Menurutnya, JKN, tidak berbeda dengan asuransi kesehatan. Polis asuransi itu sendiri, bisa diterbitkan oleh perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi umum/kerugian. "JKN itu wajib," tuturnya. Bilamana, setiap badan yang tidak mendaftarkan diri sebagai peserta, akan dikenai sanksi berupa, teguran tertulis, denda 0,1 persen setiap bulan dari iuran yang seharusnya dibayar dan dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir.
Adapun, sanksi bagi pemberi kerja lebih berat lagi, yakni tidak mendapatkan perizinan terkait usaha, izin dalam mengikuti tender proyek, izin memperkerjakan tenaga asing, izin mendirikan bangunan. Sementara, sanksi bagi perorangan, antara lain tidak mendapatkan pelayanan surat izin mengemudi, sertifikat tanah, paspor hingga surat tanda nomor kendaraan.Tentu saja saksi ini masih terus disosialisasikan dan tidak kaku pada tahun tahun pertama BPJS Kesehatan, karena kewajiban untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah paling lambat tahun 2019.
Intinya, koordinasi manfaat berlaku apabila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau badan penjamin lainnya yang notabene asuransi komersial yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan."Koordinasi manfaat yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan tidak melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatannya," ujarnya. Artinya mempunyai 2 asuransi tidak menyebabkan peserta mendapatkan keuntungan dari sakit yang dideritanya. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang sesuai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial.
Dalam pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan, tetap mengikuti sistem rujukan berjenjang, menggunakan kartu BPJS Kesehatan dan kartu asuransi swasta. Termasuk di dalamnya, rawat jalan tingkat lanjutan masuk ke poli eksekutif, rawat inap tingkat lanjutan masuk ke perawatan di atas hak kelas yang diberikan BPJS Kesehatan."Kita menjamin biaya sesuai tarif yang berlaku pada Program JKN. Sedangkan, selisihnya menjadi tanggungjawab asuransi swasta sesuai dengan polis yang diperjanjikan kepada pemegang polis," jelasnya.
Maksudnya, peserta hanya mendapat pelayanan rawat inap di rumah sakit tertentu (sesuai kesepakatan BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta). Biaya pelayanan dibayarkan terlebih dahulu oleh asuransi swasta atau peserta (peserta mengajukan reimbursement ke penerbit polisnya). Selanjutnya asuransi komersial menagih ke BPJS Kesehatan . “Kita akan mengganti biaya dengan tarif rumah sakit tipe C berdasarkan regionalisasi tarif INA CBG's tempat fasilitas kesehatan berada, untuk RS yang bekerjasama dengan asuransi komersial akan tetapi tidak bekerjasamadengan BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tarif yang dibayar oleh BPJS Kesehatan adalah sebesar tarif INA CBGs di wilayah tersebut.
Tapi, tidak ada klaim perorangan ke BPJS Kesehatan dalam hal ini,” tuturnya.
Dengan adanya, COB Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan dengan asuransi swasta, berarti telah memenuhi Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 terkait koordinasi manfaat. "Rinciannya, tentu ada, baik teknis soal premi dan iuran supaya pembayaran tidak berlipat ganda, klaim, dan sistem informasi. Ada koordinasi khusus, seperti, membuat produk COB asuransi kesehatan atau bisa juga untuk produk yang sudah ada. Nanti tinggal dibagi iuran dan preminya, klaimnya seperti apa. Begitu pun, dengan jaringan rumah sakit, kalau rumah sakit yang digunakan berasal dari jaringan BPJS, maka BPJS bertindak sebagai penjamin/pembayar utama," tandasnya.
Pelayanan obat
Mengenai adanya keluhan peserta atas pelayanan obat yang hanya bisa digunakan selama sepekan, pihaknya sudah melakukan perbaikan. Peserta sudah menerima obat seperti, saat dirinya menjadi peserta Askes, dan mendapatkan obat selama 30 hari, untuk penyakit kronis. Pihaknya, mengakui kejadian itu, terkait dengan pola pembayaran BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan (faskes) rujukan seperti rumah sakit (RS) yaitu menggunakan INACBGs.
Paket biaya yang terdapat dalam INA-CBGs belum mengakomodir penyakit kronis tertentu seperti obat kemoterapi dan hemophilia."itu dulu, kini Kemenkes, merespon dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan No. 31 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dan SE No. 32 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta BPJS Kesehatan," terangnya. Beragam cakupan pelayanan obat, bisa diperoleh peserta.
Misalnya, pemberian obat pada rawat jalan tingkat pertama (RJTP) atau rawat inap tingkat pertama di faskes tingkat primer, dan pemberian obat rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), atau rawat inap di faskes tingkat lanjut. Mengenai daftar dan harga obat serta bahan medis habis pakai (BMHP), sudah ada ketentuannya. Untuk daftar obat dan BMHP acuannya adalah formularium nasional (Fornas) dan harganya merujuk kepada e-catalog, yang ada.
Meski demikian, ini bukanlah simbiosis mutualisme, karena, JKN merupakan asuransi sosial, bukan pengobatan gratis. Hanya saja, asuransi kesehatan tidak bersifat wajib, namun JKN merupakan program wajib. Sehingga, apa yang dilakukan asuransi swasta, yang dibolehkan ikut memasarkan JKN, tidak bisa diikuti dengan langkah sebaliknya. BPJS Kesehatan tidak melakukan kegiatan asuransi swasta.
BPJS Kesehatan merupakan program wajib bagi seluruh penduduk, bekerjasama dengan asuransi komersial lain memberikan kesempatan bagi peserta untuk mendapatkan manfaat lebih dari asuransi lain. Hal ini bukan berarti bahwa jaminan kesehatan BPJS Kesehatan tidak lengkap. Layanan BPJS Kesehatan sudah lengkap, hanya hanya manfaaat lebih berupa kenyamanan bisa diperoleh peserta dari Asuransi tambahan komersial. Asuransi tambahan komersial bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum lainnya.
“Langkah ini, sekaligus menghindari adanya suara miring bahwa BPJS Kesehatan, dikhawatirkan mematikan asuransi swasta," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur. Untuk mempertegas kinerja dua lembaga ini, lanjutnya, kontrak perjanjian kerja samanya sudah ditandatangani antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
Kerjasama ini, merupakan, acuan bagi setiap anggota masing-masing yang ingin bekerja sama COB dengan BPJS Kesehatan. "nantinya, itu, business to business antara BPJS Kesehatan dan masing-masing perusahaan,” tutur Fajriadinur, Dengan demikian, asuransi swasta yang bekerja sama untuk menjual asuransi tambahan boleh ikut memasarkan program pemerintah yakni JKN."Sinerginya memang begitu. Intinya, sambil memasarkan produknya, asuransi swasta boleh juga mensosialisasikan JKN,” tegasnya.
Harapannya, langkah yang dilakukan dapat dikatakan mempercepat tercapainya, seluruh rakyat, menjadi peserta BPJS Kesehatan. Karena, targetnya tahun 2019, seluruh masyarakat Indonesia mengikuti program wajib ini. Hingga akhir tahun ini, ditarget jumlah peserta JKN mencapai 121,6 juta jiwa.
Menurutnya, JKN, tidak berbeda dengan asuransi kesehatan. Polis asuransi itu sendiri, bisa diterbitkan oleh perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi umum/kerugian. "JKN itu wajib," tuturnya. Bilamana, setiap badan yang tidak mendaftarkan diri sebagai peserta, akan dikenai sanksi berupa, teguran tertulis, denda 0,1 persen setiap bulan dari iuran yang seharusnya dibayar dan dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir.
Adapun, sanksi bagi pemberi kerja lebih berat lagi, yakni tidak mendapatkan perizinan terkait usaha, izin dalam mengikuti tender proyek, izin memperkerjakan tenaga asing, izin mendirikan bangunan. Sementara, sanksi bagi perorangan, antara lain tidak mendapatkan pelayanan surat izin mengemudi, sertifikat tanah, paspor hingga surat tanda nomor kendaraan.Tentu saja saksi ini masih terus disosialisasikan dan tidak kaku pada tahun tahun pertama BPJS Kesehatan, karena kewajiban untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah paling lambat tahun 2019.
Intinya, koordinasi manfaat berlaku apabila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau badan penjamin lainnya yang notabene asuransi komersial yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan."Koordinasi manfaat yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan tidak melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatannya," ujarnya. Artinya mempunyai 2 asuransi tidak menyebabkan peserta mendapatkan keuntungan dari sakit yang dideritanya. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang sesuai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial.
Dalam pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan, tetap mengikuti sistem rujukan berjenjang, menggunakan kartu BPJS Kesehatan dan kartu asuransi swasta. Termasuk di dalamnya, rawat jalan tingkat lanjutan masuk ke poli eksekutif, rawat inap tingkat lanjutan masuk ke perawatan di atas hak kelas yang diberikan BPJS Kesehatan."Kita menjamin biaya sesuai tarif yang berlaku pada Program JKN. Sedangkan, selisihnya menjadi tanggungjawab asuransi swasta sesuai dengan polis yang diperjanjikan kepada pemegang polis," jelasnya.
Maksudnya, peserta hanya mendapat pelayanan rawat inap di rumah sakit tertentu (sesuai kesepakatan BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta). Biaya pelayanan dibayarkan terlebih dahulu oleh asuransi swasta atau peserta (peserta mengajukan reimbursement ke penerbit polisnya). Selanjutnya asuransi komersial menagih ke BPJS Kesehatan . “Kita akan mengganti biaya dengan tarif rumah sakit tipe C berdasarkan regionalisasi tarif INA CBG's tempat fasilitas kesehatan berada, untuk RS yang bekerjasama dengan asuransi komersial akan tetapi tidak bekerjasamadengan BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tarif yang dibayar oleh BPJS Kesehatan adalah sebesar tarif INA CBGs di wilayah tersebut.
Tapi, tidak ada klaim perorangan ke BPJS Kesehatan dalam hal ini,” tuturnya.
Dengan adanya, COB Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan dengan asuransi swasta, berarti telah memenuhi Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 terkait koordinasi manfaat. "Rinciannya, tentu ada, baik teknis soal premi dan iuran supaya pembayaran tidak berlipat ganda, klaim, dan sistem informasi. Ada koordinasi khusus, seperti, membuat produk COB asuransi kesehatan atau bisa juga untuk produk yang sudah ada. Nanti tinggal dibagi iuran dan preminya, klaimnya seperti apa. Begitu pun, dengan jaringan rumah sakit, kalau rumah sakit yang digunakan berasal dari jaringan BPJS, maka BPJS bertindak sebagai penjamin/pembayar utama," tandasnya.
Pelayanan obat
Mengenai adanya keluhan peserta atas pelayanan obat yang hanya bisa digunakan selama sepekan, pihaknya sudah melakukan perbaikan. Peserta sudah menerima obat seperti, saat dirinya menjadi peserta Askes, dan mendapatkan obat selama 30 hari, untuk penyakit kronis. Pihaknya, mengakui kejadian itu, terkait dengan pola pembayaran BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan (faskes) rujukan seperti rumah sakit (RS) yaitu menggunakan INACBGs.
Paket biaya yang terdapat dalam INA-CBGs belum mengakomodir penyakit kronis tertentu seperti obat kemoterapi dan hemophilia."itu dulu, kini Kemenkes, merespon dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan No. 31 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dan SE No. 32 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta BPJS Kesehatan," terangnya. Beragam cakupan pelayanan obat, bisa diperoleh peserta.
Misalnya, pemberian obat pada rawat jalan tingkat pertama (RJTP) atau rawat inap tingkat pertama di faskes tingkat primer, dan pemberian obat rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), atau rawat inap di faskes tingkat lanjut. Mengenai daftar dan harga obat serta bahan medis habis pakai (BMHP), sudah ada ketentuannya. Untuk daftar obat dan BMHP acuannya adalah formularium nasional (Fornas) dan harganya merujuk kepada e-catalog, yang ada.
No comments:
Post a Comment